Selasa, 02 Desember 2014
Minggu, 02 November 2014
Senin, 06 Oktober 2014
Minggu, 29 Juni 2014
Kewirausahaan Tugas 2
Langkah-langkah
penyediaan sumber daya manusia :
1. Perekrutan karyawan
Penarikan tenaga kerja
adalah langkah pertama di dalam menyediakan
sumber daya manusia
bagi organisasi kewiraswastaan setiap kali
terdapat posisi yang
kosong.
2. Seleksi calon
karyawan
Seleksi tenaga kerja
adalah penyaringan awal dari calon sumber daya manusia yang tersedia untuk
mengisi suatu posisi. Tujuannya adalah untuk memperkecil hingga jumlah yang
relatif sedikit calon karyawan dari mana seseorang akhirnya akan disewa.
3. Pelatihan karyawan
Pelatihan karyawan
adalah keterampilan yang diajarkan pihak perusahaan kepada karyawannya.
4. Penilaian hasil
kerja
Penilaian tentang hasil
kerja yang telah dilakukan oleh karyawannya, apakah sesuai dengan yang diharapkan
atau belum.
Proses seleksi adalah
langkah-langkah yang dilalui oleh para pelamar dari mengajukan lamaran sampai
akhirnya memperoleh keputusan ditolak atau diterima sebagi karyawan baru.
Proses ini berbeda di tiap perusahaan, tetapi pada umumnya meliputi evaluasi
persyaratan (administratif), tes, wawancara, dan ujian fisik.
Meldona,
dalam bukunya menjelaskan tentang tahapan-tahapan seleksi beserta instrument
yang digunakan menurut Rivai, yaitu terdiri atas:
1. Surat-surat rekomendasi
Berisi tentang sifat-sifat orang yang
direkomendasikan sebagai bahan pertimbangan evaluasi.
2. Format (borang) lamaran
Merupakan format baku formulir
lamaran agar mempermudah penyeleksi mendapatkan informasi/ data yang lengkap
dari calon karyawan, dan sebagai penyaring untuk menentukan apakah pelamar
memenuhi kriteria spesifikasi pekerjaan minimal.
3. Tes kemampuan
Adalah tes yang menilai kesesuaian
antara pelamar dengan syarat-syarat pekerjaan dan harapan perusahaan. Juga
berfungsi untuk meramal berhasil tidaknya peramal dalam melaksanakan pekerjaan,
kemampuannya dalam belajar, reaksi dan sikap untuk beradapatasi, kepandaian
serta potensi lainnya. Tes ini mengukur tingkat kecerdasan (intelegensi test),
kecekatan, kepribadian (personality test), minat (interest test), bakat
(aptitude test), dan prestasi (achievement test).
4. Tes Potensi Akademik / TPA (ability test)
Mengukur sejauh mana kemampuan
pelamar mulai dari kemampuan verbal dan keterampilan kualitatif sampai pada
kecerdasan persepsi.
5. Tes kepribadian (personality test)
Tes yang digunakannuntuk mengira
sifat-sifat dan karakter pelamar. Karakteristik ekerja yang dicari adalah yang
cenderung konsisten dan mampu.
6. Tes psikologi
Tes yang mengukur beberapa aspek
dari pelamar seperti potensi kecerdasan, itelegensia, kemampuan logika,
kepribadian atau tempramen, kepercayaan diri, kreativitas, kemampuan adaptasi,
sosialisasi, serta visi dan misi.
7. Wawancara
Merupakan suatu bentuk percakapan
yang formal dan mendalam yang diadakan untuk mengevaluasi pelamar. Pewawancara
akan mencari dari tiga pertanyaan dasar, yaitu: dapatkah pelamar mengerjakan
pekerjaannya? Akankah pelamr mengerjakan pekerjaannya dengan baik dan dan
tepat? Dan bagaimana pelamar dibandingkan dengan pelamar lain yang
dipertimbangkan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.
Secara umum, tahap wawancara
terdiri dari lima bagian, yaitu:
meliputi persiapan wawancara, pengarahan/ penciptaan hubungan,
pertukaran informasi, terminasi, dan evaluasi.
Terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan wawancara, yaitu distribusi waktu, jenis
pertanyaan yang diajukan, menjadi pendengar yang baik, dan gerak-gerik (body
language).
Tujuan Operasional
adalah hasil yang spesifik dan terukur
yg diharapkan dari departemen, kelompok kerja, dan individu dalam
organisasi.
Rencana Operasional
adalah rencana yang dibuat oleh organisasi di tingkat bawah yang menjelaskan
langkah2 yang diambil dalam mencapai tujuan operasional dan mendukung kegiatan
perencanaan teknis.
Manajemen ilmiah
memikirkan cara meningkatkan produktifitas kerja di pabrik dan individu
pekerja. Sedangkan teori organisasi klasik menumbuhkan kebutuhan untuk menemukan
pedoman pengelolaan organisasi kompleks. Teroi organisasi klasik di sampaikan
oleh Henry Fayol (1841-1925) merupakan seorang industrialis yang berasal dari
perancis. Ia melihat bahwa perusahaan tambang tempatnya berkarya nyaris
mengalami kehancuran karena kekurang mampuan para manajer ketika menjadi
manajer puncak, masalah manajerial menjadi prioritas utama (siagian, 1994:38).
Henry Fayol pada umumnya dikenal dengan penemu aliran manajemen klasik, ini
bukan karena dia adalah orang pertama yang menemukan tingkah laku manajerial,
namun karena dia orang pertama yang membuatnya menjadi sistematik. Fayol
percaya bahwa praktek manajemen yang mantap mempunyai pola tertentu yang dapat
diidentifikasi dan di analisis. Dari pemahan dasar ini dia membantu membuat
rancangan untuk doktrin menajamen yang kompak, salah satu yang masih tetap
memiliki kekuatan sampai saat ini.
Dengan keyakinannya
dalam metode ilmiah, Fayol serupa dengan Taylor. Kalu Taylor pada dasarnya
memikirkan fungsi organisasi, Fayol menitikberatkan pada total organisasi dan memusatkan pada manajemen yang menurut
dia merupakan hal yang paling diabaikan dalam operasi bisnis.
Dalam hal ini dia
mengemukakan prinsip manajemen antara lain :
Pembagian kerja
Semakin seorang menjadi
spesialis,semakin efesien mereka dapat mengerjakan tugasnya. Lini perakitan
modern dapat menjadi contoh dalam penerapan sistem ini
wewenang
manajer harus
memberikan perintah sehingga tugas selesai. Walaupun wewenang formasl
membernarkan mereka memberi perintah, manajer tidak selalu memaksa kepatuhan
kecuali mereka juga mempunyai wewenang pribadi (seperti pengalaman yang
relevan)
Disiplin
Anggota dari organisasi
perlu menghormati peraturan dan persetujuan yang mengatur organisasi. Bagi
Fayol disiplin berasarl dari kepemimpinan yang baik pada semua tingkat dari
organisasi, persetujuan yang adil,(seperti memberkali untuk menghargai prestasi
superior), dan penerapan sanksi yang bijaksana bagi pelanggan
Kesatuan Perintah
Setiap pekerja harus
menerima instruksi hanya dari satu orang. Fayol percaya bahwa kalau seseorang
karyawan menjadi bawahan dari beberapa orang manajer, akan terjadi konflik dalam
instruksi dan kekacauan dari wewenang
Kesatuan dalam
Pengarahan
Operasi dalam
organisasi yang mempunyai obyektif sama harus diarahkan hanya oelh seorang
manajer menggunakan satu rencan. Misalnya departemen personalia dalam sebuah
perusahaan tidak boleh mempunyai dua orang direktur, masing-masing dengan
kebijakan pmerekrut yang berbeda.
kepentingan individual
dibawah kepentingan umum
dalam keadaan apapun
kepentingan pribadi karyawan tidak boleh didahulukan dari kepentingan
perusahaan
balas jasa
kompensasi untuk
pekerjaan yang dilakukan harus adil bagi karyawan dan majikan
sentralisasi
mengurangi peraan
bawahan dalam pembuatan keputusan adalah sentralisai, meningkatkan peranan
mereka adalah desentralisasi.
Fayol percaya bahwa
manajer harus mempertahankan tanggung jawab akhir, tapi pada saat yang sama
harus memberikan wewenang yang cukup kepada bawahanuntuk mengerjakan tugasnya
dengan baik. Masalahnya adalah menemukan seberapa jauh sentralisasi dalam
setiap kasus
Rantai scalar/garis
wewenang/hirarki
Garis wewenang dalam
sebuah organisasi (sekaranag seringkali digambarkan dengan rapi berupa
kotak-kotak dan garis dari bagan organisasi) berjalan menurut peringkat dari
manajemen puncak ke tingkat paling bawah dari perusahaan.
Susunan
Material dan orang
harus berbeda ditempat yang tepat pada waktu yang tepat. Orang, terutama harus
pada pekerjaan atau posisi yang paling cocok baginya.
keadilan
manajer harus
bersahabat dan adil dengan bawahanya
stabilitas staf
organisasi
banyaknya karyawan yang
keluar mengungkapkan fungsi efisiensi dari sebuah organisasi
inisiatif
bawahan harus diberi
kebebasan untuk memikirkan dan melaksanakan rencana mereka walaupun beberapa
kesalahan mungkin terjadi
semangat korps
mempromosikan semangat
tim akan memberikan rasa kesatuan pada organisasi. Bagi Fayol yang kecilpun
harus membantu mengembangkan semangat. Dia menyarankan misalnya, penggunaan
komunikasi verbal sebagai ganti dari komunikasi formal tertulis kalau mungkin
Dari 14 prinsip
manajemen yang menurut Fayol “paling harus diterapkan”, karena sebelum Fayol
para pakar pendapat bahwa manajer itu dilahirkan bukan dibentuk, tapi Fayol
mengajarkan bahwa manajemen adalah suatu ketrampilan seperti yang lain, sesuatu
yang yang dapat diajarkan kalau prinsip dasarnya dipahami.
*.Keuntungan dan
Kerugian Pembagian Tenaga Kerja
Keuntungan :
- Pekerja
berspesialisasi dalam tugas tertentu sehingga keterampilan dalam tugas tertentu
meningkat
- Tenaga kerja tidak
kehilangan waktu dari satu tugas ke tugas yang lain
- Pekerja memusatkan
diri pada satu pekerjaan dan membuat pekerjaan lebih mudah dan efisien
- Pekerja hanya perlu
mengetahui bagaimana melaksanakan bagian tugas dan bukan proses keseluruhan
produk
Kerugian :
- Pembagian kerja hanya
dipusatkan pada efisiensi dan manfaat ekonomi yang mengabaikan variabel manusia
- Kerja yang
terspesialisasi cenderung menjadi sangat membosankan yang akan berakibat
tingkat produksi menurun
RENTANG MANAJEMEN (SPAN
OF MANAGEMENT)
Rentang manajemen mengarah
pada jumlah individu yang diawasi oleh wirausahawan, semakin banyak individu
yang diawasi semakin besar rentang manajemen dan semakin sedikit individu yang
diawasi semakin sedikit rentang manajemen
Rentang Manajemen
dinamakan juga :
1. Rentang kekuasaan
(span of authorithy)
2. Rentang pengawasan
(span of control)
3. Rentang supervisi
(span of supervision)
4. Rentang tanggung
jawab (span of responsibility)
Perancangan Rentang
Manajemen : Pandangan Kontingensi
Harnold Koontz
mengemukakan bahwa faktor situasi utama yang mempengaruhi kesesuaian dari
ukuran rentang manajemen individual :
1. Kesamaan fungsi
dimana aktivitas dilaksanakan oleh individu yang disupervisi adalah sama atau
tidak
2. Hubungan geografis
dimana bawahan secara fisik terpisahkan oleh tempat sehingga semakin dekat
bawahan secara fisik maka semakin banyak individu yang dapat disupervisi oleh
wirausahawan secara efektif
3. Kompleksitas fungsi
dimana aktivitas dari tenaga kerja sulit dan rumit
4. Koordinasi menunjuk
pada jumlah waktu yang harus dikeluarkan oleh wirausahawan untuk menyetarakan
aktivitas-aktivitas dari bawahan dengan aktivitas pekerja yang lainnya
5. Perencanaan
menunjukkan jumlah waktu yang dikeluarkan wirausahawan untuk mengembangkan
tujuan-tujuan dan rencana-rencana sistem manajemen dan mengintegrasikannya
dengan aktivitas bawahan mereka
Graicunas dan Rentang
Manajemen
V.A. Graicunas
memberikan konstribusi terhadap rentang manajemen dimana kontribusi ini adalah
pengembangan suatu rumusan untuk menentukan jumlah hubungan yang mungkin antara
wirausahawan dengan bawahannya ketika jumlah bawahannya diketahui.
Rumusannya :
2 C : jumlah total
hubungan
C = n ( --- + n -1)
2 n : jumlah bawahan
yang diketahui
Ketinggian Bagan
Organisasi
Terdapat hubungan
terbatas antar rentang manajemen dengan ketinggian bagan organisasi, semakin
besar ketinggian bagan organisasi kewirausahaan semakin kecil rentang manajemen
dalam organisasi kewirausahaan tersebut, demikian pula sebaliknya semakin
rendah maka semakin besar rentang manajemen. Bagan organisasi dengan bagan
ketinggian yang rendah biasanya ditunjuk sebagai datar (flat) dan yang besar ditunjukkan
sebagai tinggi (tall).
Hubungan Skalar (Scalar
Relationship)
Hubungan Skalar
menunjuk pada rantai komando (chain of command)
Konsep hubungan skalar
atau rantai komando berhubungan dengan konsep kesatuan perintah. Konsep
kesatuan perintah (unity of command) menyatakan bahwa individu hendaknya
memiliki satu atasan, jika terlalu banyak atasan yang memberikan perintah dapat
menimbulkan kebingungan, perintah yang bertentangan dan pekerja yang frustasi
dan juga menimbulkan ketidakefisienan dan ketidakefektifan.
PENGORGANISASIAN
AKTIVITAS INDIVIDU
Pertanggung Jawaban
Tanggung jawab adalah
kewajiban untuk melaksanakan aktivitas yang dibebankan
Tanggung jawab adalah
komitmen pribadi untuk menangani suatu pekerjaan sebaik mungkin sesuai dengan
kemampuannya
Tiga bidang yang
berhubungan dengan tanggung jawab :
1. Pembagian aktivitas
kerja
2. Menegaskan aktivitas
kerja dari manajemen
3. Bertanggung jawab
Menegaskan Aktivitas
Kerja Manajemen
Suatu proses yang
digunakan untuk menegaskan aktivitas kerja manajemen ‘membuat setiap manajer
secara aktif berperan serta dengan atasannya, rekan sebaya, dan bawahan pada
pekerjaan manajerial yang diuraikan secara sistematis untuk dikerjakan dan
kemudian menegaskan peranan yang dimainkan tiap manajer dalam hubungannya dengan
kelompok kerjanya dan dengan organisasi
Tujuan interaksi ini
adalah untuk menjamin bahwa tidak ada tumpang tindih atau kesenjangan dalam
meyakini pertanggungjawaban manajemen yang ada dan bahwa manajer hanya
melaksanakan aktivitas-aktivitas yang menyebabkan tercapainya tujuan sistem
manajemen
Alat yang dikembangkan
untuk mengimplementasikan proses interaksi tersebut adalah pedoman tanggung
jawab manajemen yang akan membantu anggota organisasi dalam :
1. Menguraikan berbagai
hubungan tanggung jawab yang ada
2. Meringkas bagaimana
tanggung jawab dari berbagai manajer dalam organisasi mereka berhubungan satu
sama lain
Wewenang
Wewenang adalah hak
untuk melaksanakan atau memerintah. Wewenang memungkinkan pemegangnya bertindak
dengan cara tertentu dan mempengaruhi secara langsung tindakan orang lain
melalui perintah yang dikeluarkan
Wewenang didefinisikan
sebagai karakter komunikasi dengan mana ia diterima oleh individu sebagai
penentuan tindakan yang akan diambil oleh individu dalam sistem.
Barnard menunjukkan bahwa
wewenang hanya akan diterima jika :
1. Individu bisa
mengerti perintah yang dikomunikasikan
2. Individu percaya
perintah itu konsisten untuk tujuan organisasi
3. Individu melihat
perintah itu sesuai kepentingan pribadinya
4. Individu secara
fisik dan mental mampu menyesuaikan diri dengan perintah tersebut.
Menurut Chester Barnard
akan makin banyak perintah manajer yang diterima dalam jangka panjang jika :
1. Saluran formal dari
komunikasi digunakan oleh manajer dan dikenal semua anggota organisasi
2. Tiap anggota
organisasi telah menerima saluran komunikasi formal melalui mana dia menerima
perintah
3. Lini komunikasi
antara manajer bawahan bersifat langsung
4. Rantai komando yang
lengkap
5. Manajer memiliki
keterampilan komunikasi yang memadai
6. Manajer menggunakan
lini komunikasi formal hanya untuk urusan organisasional
7. Suatu perintah
secara otentik memang berasal dari manajer
Jenis-Jenis Wewenang
1. Wewenang Lini
2. Wewenang Staf
3. Wewenang Fungsional
Delegasi
Terdapat tiga langkah
dalam proses pendelegasian :
1. Membebankan semua
kewajiban tertentu pada individu
2. Proses pendelegasian
melibatkan pemberian wewenang yang semestinya kepada bawahan
3. Penciptaan kewajiban
pada bawahan untuk melaksanakan kewajiban yang dibebankan
Kendala bagi proses
pendelegasian
1. Kendala yang
berhubungan dengan penyelia
2. Kendala yang
berhubungan dengan bawahan
3. Kendala yang
berhubungan dengan organisasi
Sentralisasi dan
Desentralisasi
Istilah sentralisasi
dan desentralisasi menguraikan tingkatan umum dimana pendelegasian ada dalam
suatu organisasi. Istilah tersebut bisa divisualisasikan pada ujung yang
berlawanan dari rangkaian kesatuan (continuum).
Desentralisasi
Organisasi : Pandangan Kontingensi
Beberapa pertanyaan
yang mungkin timbul untuk menentukan jumlah desentralisasi yang sesuai untuk
situasi :
1. Berapa ukuran
organisasi sekarang ini?
2. Dimanakah letak
pelanggan organisasi bertempat?
3. Seberapa homogennya
lini produk dari organisasi?
4. Dimanakah letak
pensuplai organisasional?
5. Apakah terdapat
kebutuhan bagi suatu keputusan yang cepat dalam organisasi?
6. Apakah kreativitas
adalah ciri yang menguntungkan dari organisasi?
PENGEMBANGAN ORGANISASI
Tujuan Organisasi
1. Keuntungan adalah
kekuatan motivasi bagi wiraswastawan
2. Pelayanan pada
pelanggan dengan penyediaan nilai ekonomis yang dibutuhkan (barang dan jasa)
membenarkan keberadaan organisasi bisnis
3. Tanggung jawab
sosial bagi wiraswastawan sesuai dengan kode etik dan moral yang dibuat oleh
masyarakat dimana industri tersebut berada
Arti Penting Tujuan
Organisasi
1. Pembuatan keputusan
2. Efisiensi organisasi
3. Konsistensi
organisasi
4. Evaluasi kerja
Bidang-Bidang Tujuan
Organisasi
1. Kedudukan pasar
2. Inovasi
3. Produktivitas
4. Sumber daya fisik
dan finansial
5. Perolehan laba
6. Kinerja dan
perkembangan manajer
7. Kinerja dan sikap
karyawan
8. Tanggung jawab
kemasyarakatan
Garis Pedoman Penetapan
Tujuan Berkualitas
1. Wiraswastawan harus
membiarkan orang-orang yang bertanggung jawab mencapai tujuan mempunyai suara
untuk menetapkannya
2. Wiraswastawan harus
menyatakan tujuan sespesifik mungkin
3. Wiraswastawan harus
menghubungkan tujuan dengan tindakan tertentu jika perlu
4. Wiraswastawan harus
mengemukakan tujuan yang diinginkannya
5. Wiraswastawan
hendaknya menspesifikasi ketika tujuan diharapkan tercapai
6. Wiraswastawan harus
menetapkan tujuan hanya dalam hubungannya dengan tujuan organisasi lainnya
7. Wiraswastawan hendaknya
menyatakan tujuan dengan jelas dan sederhana
8. Wiraswastawan
hendaknya menetapkan tujuan cukup tinggi sehingga karyawan akan bekerja keras
untuk memenuhinya, tetapi tidak terlalu tinggi sehingga karyawan akan menyerah
didalam memenuhinya
Perubahan Organisasi
Adalah proses
modifikasi organisasi yang ada dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas
sampai sejauh mana organisasi tersebut mencapai tujuan-tujuannya, dengan
melibatkan segmen organisasi yang sebenarnya dan biasanya termasuk perubahan
lini wewenang organisasi, berbagai tingkatan tanggung jawab dalam organisasi
dan lini komunikasi organisasi yang sudah mapan
Faktor-faktor
pertimbangan dalam perubahan organisasi :
1. agen-agen perubahan
2. Penentuan apa yang
hendak diubah
3. Evaluasi perubahan
4. Individu-individu
yang dipengaruhi oleh perubahan
5. Tipe perubahan yang
dibuat (perubahan orang-orang, perubahan struktural atau perubahan teknologi)
Perubahan Struktural
Adalah proses
modifikasi organisasi yang menekankan pada peningkatan efektivitas organisasi
dengan pengendalian perubahan yang mempengaruhi anggota organisasi selama
pekerjaan kerja mereka
Bentuk-bentuk
modifikasi dalam perubahan struktural :
1. Menjelaskan dan
mendefinisikan jabatan
2. Modifikasi struktur
organisasi agar sesuai dengan kebutuhan komunikasi organisasi
3. Mendesentralisasikan
organisasi untuk mengurangi biaya koordinasi, meningkatkan pengendalian
subunit, meningkatkan motivasi dan mendapatkan fleksibilitas yang lebih besar
Kamis, 08 Mei 2014
Representasi Floating Point Presisi Tunggal (32 bit)
A) -100,001 = 1,00001 x 2(2)
data sign : 1
Data eksponen :
2 des = 0000 0010 + 0111 1111 =
1000 0001
Data signifikan :
0000 1000 0000 0000 000
Reperentasi :
0100 0000 1000 0100 0000 0000 0000
(4084000h)
B) 0,01001 = 1,001 x 2(-2)
data sign : 0
Data eksponen :
-2 des = 1111 1110 +0111 1111 =
1 0111 1101
Data signifikan :
0010 0000 0000 0000 000
Representasi :
1011 1110 1001 0000 0000 0000 0000 :
(BE90000h)
data sign : 1
Data eksponen :
2 des = 0000 0010 + 0111 1111 =
1000 0001
Data signifikan :
0000 1000 0000 0000 000
Reperentasi :
0100 0000 1000 0100 0000 0000 0000
(4084000h)
B) 0,01001 = 1,001 x 2(-2)
data sign : 0
Data eksponen :
-2 des = 1111 1110 +0111 1111 =
1 0111 1101
Data signifikan :
0010 0000 0000 0000 000
Representasi :
1011 1110 1001 0000 0000 0000 0000 :
(BE90000h)
Selasa, 29 April 2014
Kewirausahaan
Kewirausahaan
adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha
dan waktu yang diperlukan, memikul resiko finansial, psikologi dan sosial yang
menyertainya, serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi.
Wirausahawan
adalah orang yang merubah nilai sumber daya, tenaga kerja, bahan dan faktor
produksi lainnya menjadi lebih besar daripada sebelumnya dan juga orang yang
melakukan perubahan, inovasi dan cara-cara baru.
Tiga
jenis perilaku :
•
Memulai inisiatif
•
Mengorganisasi dan mereorganisasi mekanisme sosial/ekonomi untuk merubah sumber
daya dan situasi dengan cara praktis
•
Diterimanya resiko dan kegagalan
Inovasi
adalah kunci penting seorang wirausahawan
•
Karakteristik Wirausahawan Menurut McClelland :
1.
Keinginan untuk berprestasi
2.
Keinginan untuk bertanggung jawab
3.
Preferensi kepada resiko-resiko menengah
4.
Persepsi kepada kemungkinan berhasil
5.
Rangsangan oleh umpan balik
6.
Aktivitas energik
7.
Orientasi ke masa depan
8.
Keterampilan dalam pengorganisasian
9.
Sikap terhadap uang
-
Karakteristik wirausahawan yang sukses dengan n Ach tinggi
•
Kemampuan inovatif
•
Toleransi terhadap kemenduaan (ambiguity)
•
Keinginan untuk berprestasi
•
Kemampuan perencanaan realistis
•
Kepemimpinan terorientasi kepada tujuan
•
Obyektivitas
•
Tanggung jawab pribadi
•
Kemampuan beradaptasi
•
Kemampuan sebagai pengorganisasi dan administrato
Tiga kebutuhan dasar yang
mempengaruhi pencapaian tujuan ekonomi menurut McClelland yaitu:
1.
Kebutuhan untuk berprestasi (nAch)
n-ACH
adalah motivasi untuk berprestasi , karena itu karyawan akan berusaha mencapai
prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi
menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik
dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.
2.
kebutuhan untuk berafiliasi (n Afil)
Kebutuhan
untuk Berafiliasi atau Bersahabat (n-AFI) Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat
untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan
keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap
persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang
tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang
tinggi. Mc Clelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi
karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam
bekerja atau mengelola organisasi.
3.
kebutuhan untuk berkuasa (n Pow)
Kebutuhan
akan Kekuasaan (n-POW) Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat
orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa
tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk
mengendalikan dan mempengaruhi orang lain.
Unsur
dasar analisa pulang pokok :
·
Biaya tetap
·
Biaya variabel
·
Biaya total
·
Pendapatan total
·
Keuntungan
·
Kerugian
·
Titik pulang pokok\
Franchise
adalah pemberian sebuah lisensi oleh seseorang (franchisor) kepada pihak lain
(franchise).
lisensi
tersebut memberi hak kepada franchise untuk menggunakan merek dagang franchisor
dan seluruh elemen yang diperlukan untuk menjalankan bisnisnya dengan
dasar-dasar yang telah ditentukan sebelumnya.
Jenis-jenis
hak guna paten (franchise)
1.
Franchise untuk mendistribusikan hasil produksi
2.
Franchise yang menawarkan nama, citra, metode menjalankan usaha, dll
3.
Franchise yang menawarkan jasa seperti agen pribadi, konsultasi pajak dan real
estate
Pengertian pemasaran langsung :
merupakan proses penyampaian pesan maupun produk kepada pelanggan, melalui
berbagi media.
Pemasaran
langsung : aktifitas total dengan mana penjual mempengaruhi transfer barang dan
jasa pada pembeli, mengarahkan usahanya pada pemerhati dengan menggunakan satu
media atau lebih untuk tujuan mengumpulkan tanggapan melalui telepon, pos atau
kunjungan dari calon pelanggan.
Bentuk
kepemilikan perusahaan :
a.
Pemilikan tunggal / perseorangan : (firma)
Dimiliki
dan dijalankan oleh 1 orang
Pemilik
tidak perlu membagi laba
b.
Kongsi
Ada
perjanjian tertulis
Dimiliki
2 orang atau lebih
Umur
perusahaan terbatas
Pemilikan
bersama atas harta
Ikut
serta dalam manajemen dan pembagian laba
c.
Perusahaan Perseroaan
Perusahaan
dengan badan hukum
Kewajiban
pemilik saham terbatas pada jumlah saham yang
dimiliki
Pemilikan
dapat berpindah tangan
Eksitensi
relatif lebih stabil/permanen
Tiga
alternatif berakhirnya usaha :
a.
Likuidasi
b.
Reorganisasi
c.
Perpanjangan waktu pembayaran
Sabtu, 19 April 2014
Perkalian dan Pembagian Algoritma Booth
NPM: 42112904
A) Perkalian : 0(0000) x -4(1100)
Q=0000 M=1100
A Q Q-1 proses
0000 0000 0 inisilisasi
0000 0000 0 Shift siklus 1
0000 0000 0 Shift siklus 2
0000 0000 0 shift siklus 3
0000 0000 0 shift siklus 4
0000 0000
1' :1111 1111
2' :0000 0000 = 0
B) Pembagian : 4(0100) : 0(0000)
Q=0100 M=0000
-M=1111
A Q Proses
0000 0100 inisialisasi
0000 1000 shift left siklus
1
1111
1111 1000 A-M
0000 1000 A+M & Q0=0
0001 0000 shift left siklus
2
1111
0000 0000 A-M
0000 0001 Q0=1
0000 0010 shift left siklus
3
1111
1111 0010 A-M
0000 0010 A+M & Q0=0
0000 0100 shift left siklus
4
1111
1111 0100 A-M
0000 0100 A+M & Q0=0
sisa
: 0000(A)
Hasil Pebagian : 0100(Q)
Minggu, 19 Januari 2014
PERANAN MANAJEMEN K3 DALAM PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA KONSTRUKSI
PERANAN MANAJEMEN K3 DALAM
PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA KONSTRUKSI
Bambang Endroyo
Jurusan
Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang (UNNES)
ABSTRAK
Satu dari beberapa karakteristik proyek
konstruksi yaitu mempunyai resiko yang tinggi terhadap kecelakaan. Dengan
semakin banyaknya penggunaan alat-alat kerja yang canggih, walaupun telah
dilengkapi dengan system keamanan, resiko kecelakaan tetap semakin besar.
Selanjutnya sesuai teori Maslow, kebutuhan rasa aman akan muncul setelah kebutuhan
tingkat pertama (phisik dan biologis) terpenuhi, sehingga mulai sekarang keselamatan
merupakan hal yang harus diusahakan pemenuhannya. Teori lama menganggap bahwa
kecelakaan terjadi karena kesalahan pekerja (individual). Sekarang, kecelakaan dianggap
akibat dari faktor organisasi dan manajemen yang salah. Sejalan dengan
teori-teori terbaru, maka peran manajemen sangat berarti dalam pencegahan
kecelakaan. Dalam tulisan ini, peran manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) dibahas dari fungsifungsi manajemen, sumber-sumber daya
yang digunakan, dan aspek lain yang relevan.
1. PENDAHULUAN
Angka
kecelakaan kerja di Indonesia masih termasuk buruk. Pada tahun 2004 saja, lebih
dari seribu tujuh ratus pekerja meninggal di tempat kerja. Menurut Juan
Somavia, Dirjen ILO,
industri
konstruksi termasuk paling rentan kecelakaan, diikuti dengan anufaktur makanan
dan minuman
(Kompas, 1/05/04). Tidak saja di negara-negara berkembang, di negara maju
sekalipun
kecelakaan kerja konstruksi masih memerlukan perhatian serius. Penelitian yang
dilakukan oleh
Duff (1998) dan Alves Diaz (1995) menyatakan hasil analisa statistik dari
beberapa
negara-negara menunjukkan peristiwa tingkat kecelakaan fatal pada proyek
konstruksi adalah lebih tinggi dibanding rata-rata untuk semua industri, dalam
Suraji (2000).
Dahulu, para
ahli menganggap suatu kecelakaan disebabkan oleh tindakan pekerja
yang salah.
Sekarang anggapan itu telah bergeser bahwa kecelakaan kerja bersumber
kepada
faktor-faktor organisasi dan manajemen. Para pekerja dan pegawai mestinya dapat
diarahkan dan
dikontrol oleh pihak manajemen sehingga tercipta suatu kegiatan kerja yang
aman. Sejalan
dengan teori-teori penyebab kecelakaan yang terbaru, maka pihak
manajemen harus
bertanggungjawab terhadap keselamatan kerja para pekerjanya. Tulisan ini
akan membahas
peranan manajemen dalam usaha-usaha pencegahan kecelakaan kerja di
proyek
konstruksi.
2. TINJAUAN
UMUM
2.1 Tinjauan
Historis
Secara historis, keselamatan kerja telah banyak
diperhatikan sejak zaman dahulu. Hammurabi, raja Babilonia pada tahun 2040 SM
telah membuat dan memberlakukan suatu peraturan bangunan yang dikenal sebagai
The Code of Hammurabi. Beberapa pasal dalam peraturan tersebut antara lain: (a)
apabila
seseorang
membuat bangunan dan bangunan tersebut runtuh sehingga menimbulkan korban jiwa
maka pembuat bangunan tersebut harus dihukum mati dan (b) apabila bangunan yang
dibuat runtuh dan menimbulkan kerusakan pada hak milik orang lain maka pembuat
bangunanharus mengganti semua kerusakan yang ditimbulkannya. Jadi aspek
keamanan telah
menjadi
persyaratan utama yang mutlak harus dipenuhi sejak zaman dahulu kala, Suhendro (2003).
Lima abad kemudian, Mozai raja setelah Hammurabi mengharuskan para ahli bangunan
bertanggung jawab pula pada keselamatan para pelaksana dan pekerjanya, Suma’mur
(1981). Masalah-masalah keselamatan kemudian meluas ke Yunani, Romawi dan
lain-lain, misalnya di Perancis tahun 1840, Inggris tahun 1644, Belgia tahun
1810, Denmark dan Swiss tahun 1877, Amerika Serikat tahun 1886, dan sebagainya.
Selanjutnya diadakan konggres-konggres internasional misalnya di Paris tahun
1889, di Bern tahun 1891 dan di Milan tahun 1894, Suma’mur (1981). Pada abad
sembilan belas, di tahun 1904 perhatian terhadap kecelakaan dan kondisi kerja
di dalam pekerjaan pembangunan diadakan untuk melayani permintaan masyarakat,
tetapi sampai 1926 peraturan pembangunan yang telah dihasilkan adalah dalam
lingkup terbatas yaitu hanya diberlakukan bagi lokasi yang di atasnya ada gaya
mekanis yang digunakan. Dari 1930 sampai 1948 peraturan-peraturan tersebut
telah menjadi ketinggalan jaman sebab intervensi Perang Dunia Kedua, Davies
(1996).
Setelah
itu, karena bertambahnya angka kecelakaan, maka diberlakukan berbagai peraturan
baru, misalnya The Building (Safety Health and Welfare) Regulation
1948; The Construction (General Provision) Regulation 1961;
Contruction (Health and Welfare) Regulation 1966; The Health and safety
at Work (HSW) Act 1974; Management of Health and Safety at Work
Regulation 1992; Construction Design and Management (CDM) 1994;
The Construction Health, Safety and Welfare (CHSW) Regulation1996,
Davies (1996). Kemudian muncul Health and safety in roof work HSG33 (Second edition)
HSE Books 1998 ISBN 0 7176 1425
5;
Health and safety in cons-truction HSG150 (Second edition) HSE Books 2001 ISBN
0 7176 2106 5 (www.hsebooks.co.uk;
www.hse.gov.uk). Untuk pekerjaan-pekerjaan secara umum, berlaku pula
OHSAS 18001 tahun\ 1999. Sedangkan di Indonesia, keselamatan
kerja
sudah
diadakan sejak zaman penjajahan Belanda, namun sasarannya lebih banyak ke hasil
kerja dan alat-alat kerja disbanding memperhatikan pekerjanya. Program itu
lebih dikenal dengan “kerja paksa”. Setelah merdeka, perhatian tentang
keselamatan dan kesehatan serta kesejahteraan pekerja mulai banyak diperhatikan
terbukti dari peraturan-peraturan dan undang-undang yang dihasilkan. Bersumber dari
pasal 27 ayat 2 UUD 1945, terbit beberapa UU dan kemudian PP dan Keputusan
Menteri, yang antara lain sebagai berikut. UU Kerja tahun 1951, UU Kecelakaan
tahun 1951, PP tentang istirahat bagi pekerja tahun 1954, UU No. 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketena-gakerjaan, Per Menaker
No. 01/1980 tentang K3 pada Konstruksi Bangunan, SKB Men PU dan Menaker No.
174/Men/1986 – 104/kpts/1986 tentang Keselamatan & Kesehatan Kerja pada Tempat
Kegiatan Konstruksi, Keputusan Men PU No. 195/kpts/1989 tentang K3 pada tempat konstruksi
di lingkungan PU, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja., Surat Edaran Menteri PU Nomor:
03/SE/M/2005 Perihal Penyelenggaraan Jasa Konstruksi untuk Instansi Pemerintah
TA 2005. Walaupun telah banyak usaha yang dijalankan, namun Indonesia masih
menempati urutan ke lima (terburuk) di kawasan ASEAN.
2.2
Beberapa
Kasus Kecelakaan Kerja
Data tentang kecelakaan kerja secara umum dapat
digambarkan sebagai berikut. Di Singapura 6,3 per 1000 pekerja di tahun 1998 (data
dari aposho-kohsa). Di Malaysia, angka kecelakaan tercatat 16 tiap 1000 pekerja
pada tahun 1994 dan 11 per 1000 pekerja pada tahun 2000 (Regional Conference on
OSH di Kuala Lumpur pada 20th March 2001). Di Thailand terdapat sekitar 769
orang meninggal dalam kecelakaan kerja tahun 2003, atau bertambah
lebih
dari 18 persen dibandingkan dengan tingkat kecelakaan pada tahun 2002. Jumlah
korban juga bertambah, sekitar 189.621 orang padatahun 2001 hingga lebih dari
200.000orang pada tahun 2003, atau setara dengan 600 kecelakaan setiap hari.
(Kompas 1/5/2004). Di Indonesia tahun 2004, 1.736 pekerja meninggal di tempat
kerja, 9.106 mengalami cacat dan 84.576 lainnya sementara tidak mampu bekerja
tetapi kemudian dapat bekerja kembali, Depnakertrans (2005). Sementara itu, di
negara maju misalnya Inggris, kecelakaan fatal sudah relatif kecil, yaitu 4
dari 100.000 pekerja di tahun 1999, Howarth (2000). Di Amerika, angka
persentase kecelakaan pekerjaan konstruksi mencapai 12%, Barrie (1990). Oleh
karena itu di Indonesia masih perlu usaha-usaha yang terencana dan terkoordinasi
agar dapat mencapai hasil baik, yang pada gilirannya akan meningkatkan citra di
forum internasional. Untuk kasus-kasus kecelakaan kerja konstruksi, beberapa
kejadian yang sempat dicatat dapat disampaikan pada tulisan ini adalah sebagai
berikut: Lima buruh bangunan tewas terjatuh dari lantai 15 di proyek gedung di
Slipi Jaya Jakarta, Suara Merdeka (5/9/1991); Empat pekerja tewas tertimbun
reruntuhan bangunan yang mereka kerjakan di Medan, Kompas (25/ 3/1991); Empat
tewas terjebak gas beracun pada proyek pembersihan kerak gorong-gorong saluran
uap di PLTU Semarang, Suara Merdeka (5/6/1991) dan hal ini terulang lagi pada
peristiwa di Jakarta tahun 2005; Jembatan layang Grogol seberat 600 ton ambruk
dengan korban tewas 3 orang, Kompas (23/3/1996); Dua pekerja tewas tertimpa
beton, sementara sembilan pekerja lain terluka dan sore harinya dua lainnya
tewas kena setrum di proyek pembangunan Apartemen di Kelapa Gading Jakarta,
Kompas (6/6/2003); Pembangunan ruko di Sunter akibat salah metode pelaksanaan,
Kompas Cyber Media (3/ 6/2004); Balok penopang jembatan Suramadu runtuh,
seorang pekerja tewas, Suara Merdeka Cyber News (14/6/2004). Dinding
bandara ambruk 8 tewas di Dubai pada pembangunan terminal baru bandara yang
direncanakan berbentuk satu sayap pesawat raksasa sepanjang hampir satu
kilometer, Suara Merdeka CyberNews (28/9/2004).
3. TINJAUAN
PUSTAKA
3.1 Teori
Penyebab Kecelakaan dan Manajemen K3
Kecelakaan adalah kejadian merugikan yang tidak
direncanakan, tidak terduga, tidak
diharapkan
serta tidak ada unsur kesengajaan, Hinze (1977). Ada beberapa teori yang
menjelaskan penyebab suatu kecelakaan. Dahulu teori penyebab kecelakaan
memandang bahwa kecelakaan disebabkan oleh tindakan pekerja (orang) yang salah
(misalnya pada The Accident-Proneness Theory). Semenjak
dikenalkannya The Chain-of-Events Theory, The Domino Theory, dan The
Distraction Theory, maka pihak organisasi dan manajemenlah yang dianggap
berperan sebagai penyebab suatu kecelakaan. Anggapan tentang kecelakaan kerja
yang bersumber kepada tindakan yang tidak aman yang dilakukan pekerja telah
bergeser dengan anggapan bahwa kecelakaan kerja bersumber kepada faktorfaktor organisasi
dan manajemen (Andi, 2005). Pihak manajemen harus bertanggungjawab terhadap
keselamatan. Para pekerja dan pegawai mestinya dapat diarahkan dan dikontrol oleh
pihak manajemen sehingga tercipta suatu kegiatan kerja yang aman. Pada teori
yang terbaru makin terlihat bahwa penyebab kecelakaan kerja semakin komplek.
Teori-teori baru itu antara lain: Multiple Caucation Model, Suraji
(2000) dan Constraint Respone Theory, Suraji (2001). Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) adalah bagian dari system manajemen
secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,
pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan,
penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan K3 dalam rangka pengendalian
risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna terciptanya tempat kerja yang
aman, efisien dan produktif. Berangkat dari kajian Total Project Management (ECI,1995),
keselamatan perlu diintegrasikan dalam proyek, mulai dari konsepsi sampai
proyek selesai (from conception to completion). Dikatakan selanjutnya
bahwa kegiatan penilaian tentang\ keselamatan, kesehatan dan lingkungan perlu dimulai
dari tahap perencanaan proyek (project plan), kontrak, evaluasi
tender, konstruksi, sampai ke tahap pemeliharaan dan bahkan sampai ke perobohan
(demolition) (ECI,1995). Konsep rasional Total Safety Control adalah
suatu pengintegrasian tindakan manajemen dan tindakan pelaksanaan yang sinergis
untuk mempromosikan suatu proses konstruksi yang aman (Suraji,2004). Ada banyak
pendekatan dalam manajemen K3, diantaranya menurut OHSAS 18001, dan menurut TQM
di mana keselamatan merupakan suatu pusat dan focus integral dalam program
pengendalian mutu
terpadu,
Fiegenbaum (1991) yang harus ditingkatkan secara terus menerus untuk memenuhi
kepuasan pelanggan (intern-ekstern). Pada tulisan ini akan dibahas dari
fungsi-fungsi manajemen, sumber-sumber yang terlibat, dan beberapa aspek yang
relevan.
3.2
Tinjauan dari Fungsi-fungsi Manajemen
Apabila
dilihat dari fungsi-fungsi manajemen, terdapat fungsi perencanaan, organisasi, pelaksanaan,
dan pengawasan. Pada fungsi perencanaan, disamping terfokus pada tugas operasional
juga harus mencakup usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja (K3), yang dipersiapkan
untuk pencegahan terjadinya kecelakaan. Tanggung jawab harus digariskan dengan
tegas agar tidak terjadi kesimpangsiuran yang justru dapat membahayakan. Perlu
pula menganalisis bahaya-bahaya apa saja yang mungkin akan timbul pada suatu
pekerjaan dan bagaimana mengatasinya. Dalam suatu kontrak kerja pekerjaan
keinsinyuran perlu dibuat pasalpasal yang mengatur secara preventif keselamatan
kerja dengan menunjuk UU dan peraturan yang berlaku (Yasin: 2003). Sebagai contoh
menunjuk UU Ketenagakerjaan, UU Jamsostek, UU Kerja dan sebagainya).
Kontrakkontrak internasional (FIDIC, SIA, JTC) telah mencantumkan artikel atau
pasal tentang K3. Proses perencanaan keselamatan untuk masa depan (tahap
konstruksi) juga diusulkan oleh Chua DKH & YM Goh (2004) Pada fungsi
organisasi, perlu dibentuk satuan tugas yang dapat melaksanakan K3 dengan baik.
Untuk itu perlu disediakan kantor yang mencukupi dan organisasi yang memadai.
Dalam
suatu
perusahaan perlu dibentuk P2K3 (Panitia Penyelenggara K3) yang bertanggung
jawab
atas
keselamatan dan kesehatan kerja di kegiatan industri. Hinze & Figone (1988)
menyarankan diselenggarakan safety meeting untuk supervisor lapangan dan
owner ikut dalam safety meeting, dan pekerjakan supervisor keselamatan
secara full-time. Liska et al. (1993) juga mengusulkan adanya safety
meeting. Pada fungsi pelaksanan, apa yang telah direncanakan hendaknya
dilaksanakan dengan baik. Karena kecelakaan yang terjadi sebagian besar
ditimbulkan oleh faktor manusia, manajemen dituntut memberikan pengarahan pelaksanaan
dan petunjuk yang jelas (directing) dan koordinasi. Banyak kecelakaan
terjadi karena pekerja masih baru dan belum familiar dengan proses dan alat
kerja. Untuk melaksanakan itu semua diperlukan ketrampilan manajemen antara
lain komunikasi dan kepemimpinan. Sehubungan dengan ini Liska et al. (1993)
mengusulkan Preproject Safety termasuk safety goal, safety policy
& procedure, safety personal, safety budget. Selanjutnya
dikatakan bahwa training dan insentive terhadap keselamatan punya pengaruh
terhadap pencegahan kecelakaan. Fungsi pengawasan merupakan fungsi yang penting
karena merupakan tindakan control apakah semua yang direncanakan itu telah dilaksanakan,
dan apakah ada kendala dan persoalan-persoalan yang perlu dicari penyelesaiannya.Untuk
menjamin bahwa system manajemen K3 dilaksanakan dengan baik, pengawas dari Dep.
Ketenagakerjaan melaksanakan asesmen yang antara lain
meliputi:
a.
pembangunan dan pemeliharaan komitmen K3,
b.
strategi dokumentasi dan pengendalian dokumen,
4.
PEMBAHASAN
Sebagai
suatu kegiatan industri, proyek konstruksi mempunyai berbagai sumber (resources).
Menurut Harold Kerzner (1995), sumber-sumber itu adalah manusia, uang, peralatan,
fasilitas, material dan informasi. Beberapa ahli yang lain mengemukakan bahwa sumber-sumber
tersebut dapat disingkat menjadi 5M yaitu Man. Material, Money, Machine,
dan Method. Semua fungsi manajemen harus dikenakan kepada semua komponen
usaha tersebut. Pada aspek manusia, diperlukan perencanaan pengaturan tentang
jam kerja, istirahat kerja, pelatihan, dan pengarahan tentang K3. Pada aspek
uang, diperlukan alokasi biaya untuk pencegahan kecelakaan. Saat ini biaya K3
belum secara eksplisit tercantum dalam penawaran biaya proyek, sementara para
kontraktor sudah dibebani dengan biaya asuransi jaminan kecelakaan kerja.
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-196/Men/1999 tentang
penyelenggaraan program jaminan social tenaga kerja bagi tenaga kerja harian
lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu pada sektor jasa
konstruksi, diatur sebagai
berikut:
(lihat tabel 1) Seharusnya besar biaya keselamatan kerja ini
secara eksplisit dimasukkan dalam penawaran proyek, sehingga terjamin
pelaksanaannya. Dalam proyek perumahan, tingkat system kompetisi
cenderung memaksimalkan produktivitas dan meminimalkan harga, juga untuk
biaya keselamatan, Johnson (1996). Manajemen keselamatan kerja yang
efektif akan menguntungkan perusahaan karena kecelakaan akan menimbulkan
biaya langsung maupun biaya tidak langsung (Levitt, 1993). Biaya langsung terdiri
dari biaya medis, premi untuk asuransi, kerugian hak milik, Oberlender (2000).
Biaya
tak
langsung adalah biaya tambahan lain, pengurangan produktivitas, keterlambatan
jadwal, bertambahnya waktu administratif, kerusakan fasilitas, dan hal yang
makin sulit diukur tetapi riil yaitu penderitaan manusia dan menurunnya moril,
Levitt (1993). Juga nama perusahaan akan terkena dampak buruk yang dapat
berakibat berkurangnya pelanggan yang jelas berpengaruh terhadap masuknya dana
perusahaan. Berdasarkan komponen material dan mesin alat yang dipakai, haruslah
digunakan yang sesuai dengan standar yang disyaratkan. Penggunaan/pembuatan
beton harus yang sesuai dengan kekuatan yang ditetapkan oleh spesifikasi,
karena penggunaan beton yang kurang akan dapat menyebabkan kecelakaan baik
selama tahap kontruksi maupun tahap pemanfaatan bangunan. Begitu pula dengan material
yang lain. Alat/mesin yang dipakai harus dijamin yang masih dalam kondisi baik
yang dibuktikan dengan perawatan yang teratur dan sertifikat kemampuan alat
yang masih berlaku.
Keran
(crane) dan rantai baja misalnya harus betul-betul dicek dari segi
keselamatan pemakaiannya. Metode kerja/pelaksanaan berkembang karena tuntutan
manusia untuk membangun di tempat-tempat yang sulit dengan bentuk bentuk bangunan
yang sangat bervariasi/sulit, serta keinginan penggunaan dana yang minimal. Metode
kerja/pelaksanaan yang diciptakan itu harus ditinjau dari segi keselamatan.
Dengan kata lain, alat-alat keselamatan apa yang harus disediakan dalam
menggunakan suatu metode pelaksanaan? Proyek proyek gedung Jakarta Tower,
jembatan Barelang, jembatan Suramadu dan proyek besar lainnya jelas memerlukan metode
pelaksanaan yang harus dikenali hazard yang ada sedini mungkin. Informasi,
merupakan sumber yang sekarang sampai masa datang sangat berperan dalam
pencegahan kecelakaan. Informasi tentang kecelakaan dan sebab-sebab nya dapat ditampung
dalam suatu file yang terbuka untuk umum sehingga para pelaksana/kontraktor
suatu pekerjaan dapat mengakses informasi tentang kecelakaan yang timbul pada
pekerjaan sejenis. Selanjutnya mereka diharapkan dapat menghindari kecelakaan
itu. Informasi-informasi
5. KESIMPULAN
Dengan meningkatnya penggunaan alat-alat
yang
lebih canggih dan tantangan pekerjaan teknik
sipil yang semakin sulit, maka angka kecelakaan
kerja konstruksi bisa semakin tinggi. Sedangkan
pada pihak pekerja, kebutuhan akan keselamatan
kian menjadi tuntutan seiring dengan telah
mulai terpenuhinya kebutuhankebutuhan dasar.
Oleh karena itu mulai sekarang harus ada
usaha-usaha serius untuk mengurangi kecelakaan
kerja konstruksi. Manajemen K3 sangat berperan
dalam pencegahan kecelakaan di proyek
konstruksi. Peran tersebut mulai dari perancanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan.
Selanjutnya dapat pula ditinjau dari komponen
manusia, material, uang, mesin/alat, metode
kerja, informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Andi,
Model Persamaan Struktural Pengaruh Budaya Keselamatan Kerja pada Perilaku
Pekerja di Proyek Konstruksi. Jurnal Teknik Sipil Volume 12 No. 3, Juli
2005.
Barrie,
Donald S. et. al. Manajemen KonstruksiProfesional. Terjemahan
oleh Sudinarto: Penerbit Erlangga. Jakarta ,1990.
Cua,
D.K.H dan Y M Goh, Incident Causation Model for Improving Feedback of Safety
Knowledge. Journal of Construction Engineering and Management, July/Aug 2004.
Europan
Construction Institute total Project Management of Construction Safety,
Health and Environment. Thomas Telford. 1995.
Langganan:
Postingan (Atom)