Minggu, 29 Juni 2014

Kewirausahaan Tugas 2

Langkah-langkah penyediaan sumber daya manusia :
1. Perekrutan karyawan
Penarikan tenaga kerja adalah langkah pertama di dalam menyediakan
sumber daya manusia bagi organisasi kewiraswastaan setiap kali
terdapat posisi yang kosong.
2. Seleksi calon karyawan
Seleksi tenaga kerja adalah penyaringan awal dari calon sumber daya manusia yang tersedia untuk mengisi suatu posisi. Tujuannya adalah untuk memperkecil hingga jumlah yang relatif sedikit calon karyawan dari mana seseorang akhirnya akan disewa.
3. Pelatihan karyawan
Pelatihan karyawan adalah keterampilan yang diajarkan pihak perusahaan kepada karyawannya.
4. Penilaian hasil kerja
Penilaian tentang hasil kerja yang telah dilakukan oleh karyawannya, apakah sesuai dengan yang diharapkan atau belum.

Proses seleksi adalah langkah-langkah yang dilalui oleh para pelamar dari mengajukan lamaran sampai akhirnya memperoleh keputusan ditolak atau diterima sebagi karyawan baru. Proses ini berbeda di tiap perusahaan, tetapi pada umumnya meliputi evaluasi persyaratan (administratif), tes, wawancara, dan ujian fisik.

Meldona, dalam bukunya menjelaskan tentang tahapan-tahapan seleksi beserta instrument yang digunakan menurut Rivai, yaitu terdiri atas:
1.      Surat-surat rekomendasi
            Berisi tentang sifat-sifat orang yang direkomendasikan sebagai bahan pertimbangan evaluasi.
2.      Format (borang) lamaran
            Merupakan format baku formulir lamaran agar mempermudah penyeleksi mendapatkan informasi/ data yang lengkap dari calon karyawan, dan sebagai penyaring untuk menentukan apakah pelamar memenuhi kriteria spesifikasi pekerjaan minimal.
3.      Tes kemampuan
            Adalah tes yang menilai kesesuaian antara pelamar dengan syarat-syarat pekerjaan dan harapan perusahaan. Juga berfungsi untuk meramal berhasil tidaknya peramal dalam melaksanakan pekerjaan, kemampuannya dalam belajar, reaksi dan sikap untuk beradapatasi, kepandaian serta potensi lainnya. Tes ini mengukur tingkat kecerdasan (intelegensi test), kecekatan, kepribadian (personality test), minat (interest test), bakat (aptitude test), dan prestasi (achievement test).
4.      Tes Potensi Akademik / TPA (ability test)
            Mengukur sejauh mana kemampuan pelamar mulai dari kemampuan verbal dan keterampilan kualitatif sampai pada kecerdasan persepsi.
5.      Tes kepribadian (personality test)
            Tes yang digunakannuntuk mengira sifat-sifat dan karakter pelamar. Karakteristik ekerja yang dicari adalah yang cenderung konsisten dan mampu.
6.      Tes psikologi
            Tes yang mengukur beberapa aspek dari pelamar seperti potensi kecerdasan, itelegensia, kemampuan logika, kepribadian atau tempramen, kepercayaan diri, kreativitas, kemampuan adaptasi, sosialisasi, serta visi dan misi.
7.      Wawancara
            Merupakan suatu bentuk percakapan yang formal dan mendalam yang diadakan untuk mengevaluasi pelamar. Pewawancara akan mencari dari tiga pertanyaan dasar, yaitu: dapatkah pelamar mengerjakan pekerjaannya? Akankah pelamr mengerjakan pekerjaannya dengan baik dan dan tepat? Dan bagaimana pelamar dibandingkan dengan pelamar lain yang dipertimbangkan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.
            Secara umum, tahap wawancara terdiri dari lima bagian, yaitu:  meliputi persiapan wawancara, pengarahan/ penciptaan hubungan, pertukaran informasi, terminasi, dan evaluasi.
            Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan wawancara, yaitu distribusi waktu, jenis pertanyaan yang diajukan, menjadi pendengar yang baik, dan gerak-gerik (body language).

Tujuan Operasional adalah hasil yang spesifik dan terukur  yg diharapkan dari departemen, kelompok kerja, dan individu dalam organisasi.
Rencana Operasional adalah rencana yang dibuat oleh organisasi di tingkat bawah yang menjelaskan langkah2 yang diambil dalam mencapai tujuan operasional dan mendukung kegiatan perencanaan teknis.

Manajemen ilmiah memikirkan cara meningkatkan produktifitas kerja di pabrik dan individu pekerja. Sedangkan teori organisasi klasik menumbuhkan kebutuhan untuk menemukan pedoman pengelolaan organisasi kompleks. Teroi organisasi klasik di sampaikan oleh Henry Fayol (1841-1925) merupakan seorang industrialis yang berasal dari perancis. Ia melihat bahwa perusahaan tambang tempatnya berkarya nyaris mengalami kehancuran karena kekurang mampuan para manajer ketika menjadi manajer puncak, masalah manajerial menjadi prioritas utama (siagian, 1994:38). Henry Fayol pada umumnya dikenal dengan penemu aliran manajemen klasik, ini bukan karena dia adalah orang pertama yang menemukan tingkah laku manajerial, namun karena dia orang pertama yang membuatnya menjadi sistematik. Fayol percaya bahwa praktek manajemen yang mantap mempunyai pola tertentu yang dapat diidentifikasi dan di analisis. Dari pemahan dasar ini dia membantu membuat rancangan untuk doktrin menajamen yang kompak, salah satu yang masih tetap memiliki kekuatan sampai saat ini.
Dengan keyakinannya dalam metode ilmiah, Fayol serupa dengan Taylor. Kalu Taylor pada dasarnya memikirkan fungsi organisasi, Fayol menitikberatkan pada total organisasi  dan memusatkan pada manajemen yang menurut dia merupakan hal yang paling diabaikan dalam operasi bisnis.
Dalam hal ini dia mengemukakan prinsip manajemen antara lain :
Pembagian kerja
Semakin seorang menjadi spesialis,semakin efesien mereka dapat mengerjakan tugasnya. Lini perakitan modern dapat menjadi contoh dalam penerapan sistem ini
wewenang
manajer harus memberikan perintah sehingga tugas selesai. Walaupun wewenang formasl membernarkan mereka memberi perintah, manajer tidak selalu memaksa kepatuhan kecuali mereka juga mempunyai wewenang pribadi (seperti pengalaman yang relevan)
Disiplin
Anggota dari organisasi perlu menghormati peraturan dan persetujuan yang mengatur organisasi. Bagi Fayol disiplin berasarl dari kepemimpinan yang baik pada semua tingkat dari organisasi, persetujuan yang adil,(seperti memberkali untuk menghargai prestasi superior), dan penerapan sanksi yang bijaksana bagi pelanggan
Kesatuan Perintah
Setiap pekerja harus menerima instruksi hanya dari satu orang. Fayol percaya bahwa kalau seseorang karyawan menjadi bawahan dari beberapa orang manajer, akan terjadi konflik dalam instruksi dan kekacauan dari wewenang
Kesatuan dalam Pengarahan
Operasi dalam organisasi yang mempunyai obyektif sama harus diarahkan hanya oelh seorang manajer menggunakan satu rencan. Misalnya departemen personalia dalam sebuah perusahaan tidak boleh mempunyai dua orang direktur, masing-masing dengan kebijakan pmerekrut yang berbeda.
kepentingan individual dibawah kepentingan umum
dalam keadaan apapun kepentingan pribadi karyawan tidak boleh didahulukan dari kepentingan perusahaan
balas jasa
kompensasi untuk pekerjaan yang dilakukan harus adil bagi karyawan dan majikan

sentralisasi
mengurangi peraan bawahan dalam pembuatan keputusan adalah sentralisai, meningkatkan peranan mereka adalah desentralisasi.
Fayol percaya bahwa manajer harus mempertahankan tanggung jawab akhir, tapi pada saat yang sama harus memberikan wewenang yang cukup kepada bawahanuntuk mengerjakan tugasnya dengan baik. Masalahnya adalah menemukan seberapa jauh sentralisasi dalam setiap kasus
Rantai scalar/garis wewenang/hirarki
Garis wewenang dalam sebuah organisasi (sekaranag seringkali digambarkan dengan rapi berupa kotak-kotak dan garis dari bagan organisasi) berjalan menurut peringkat dari manajemen puncak ke tingkat paling bawah dari perusahaan.
Susunan
Material dan orang harus berbeda ditempat yang tepat pada waktu yang tepat. Orang, terutama harus pada pekerjaan atau posisi yang paling cocok baginya.
keadilan
manajer harus bersahabat dan adil dengan bawahanya
stabilitas staf organisasi
banyaknya karyawan yang keluar mengungkapkan fungsi efisiensi dari sebuah organisasi
inisiatif
bawahan harus diberi kebebasan untuk memikirkan dan melaksanakan rencana mereka walaupun beberapa kesalahan mungkin terjadi
semangat korps
mempromosikan semangat tim akan memberikan rasa kesatuan pada organisasi. Bagi Fayol yang kecilpun harus membantu mengembangkan semangat. Dia menyarankan misalnya, penggunaan komunikasi verbal sebagai ganti dari komunikasi formal tertulis kalau mungkin
Dari 14 prinsip manajemen yang menurut Fayol “paling harus diterapkan”, karena sebelum Fayol para pakar pendapat bahwa manajer itu dilahirkan bukan dibentuk, tapi Fayol mengajarkan bahwa manajemen adalah suatu ketrampilan seperti yang lain, sesuatu yang yang dapat diajarkan kalau prinsip dasarnya dipahami.

*.Keuntungan dan Kerugian Pembagian Tenaga Kerja
            Keuntungan :
- Pekerja berspesialisasi dalam tugas tertentu sehingga keterampilan dalam tugas tertentu meningkat
- Tenaga kerja tidak kehilangan waktu dari satu tugas ke tugas yang lain
- Pekerja memusatkan diri pada satu pekerjaan dan membuat pekerjaan lebih mudah dan efisien
- Pekerja hanya perlu mengetahui bagaimana melaksanakan bagian tugas dan bukan proses keseluruhan produk

            Kerugian :
- Pembagian kerja hanya dipusatkan pada efisiensi dan manfaat ekonomi yang mengabaikan variabel manusia
- Kerja yang terspesialisasi cenderung menjadi sangat membosankan yang akan berakibat tingkat produksi menurun

RENTANG MANAJEMEN (SPAN OF MANAGEMENT)
Rentang manajemen mengarah pada jumlah individu yang diawasi oleh wirausahawan, semakin banyak individu yang diawasi semakin besar rentang manajemen dan semakin sedikit individu yang diawasi semakin sedikit rentang manajemen
Rentang Manajemen dinamakan juga :
1. Rentang kekuasaan (span of authorithy)
2. Rentang pengawasan (span of control)
3. Rentang supervisi (span of supervision)
4. Rentang tanggung jawab (span of responsibility)


Perancangan Rentang Manajemen : Pandangan Kontingensi
Harnold Koontz mengemukakan bahwa faktor situasi utama yang mempengaruhi kesesuaian dari ukuran rentang manajemen individual :
1. Kesamaan fungsi dimana aktivitas dilaksanakan oleh individu yang disupervisi adalah sama atau tidak
2. Hubungan geografis dimana bawahan secara fisik terpisahkan oleh tempat sehingga semakin dekat bawahan secara fisik maka semakin banyak individu yang dapat disupervisi oleh wirausahawan secara efektif
3. Kompleksitas fungsi dimana aktivitas dari tenaga kerja sulit dan rumit
4. Koordinasi menunjuk pada jumlah waktu yang harus dikeluarkan oleh wirausahawan untuk menyetarakan aktivitas-aktivitas dari bawahan dengan aktivitas pekerja yang lainnya
5. Perencanaan menunjukkan jumlah waktu yang dikeluarkan wirausahawan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan rencana-rencana sistem manajemen dan mengintegrasikannya dengan aktivitas bawahan mereka
Graicunas dan Rentang Manajemen
V.A. Graicunas memberikan konstribusi terhadap rentang manajemen dimana kontribusi ini adalah pengembangan suatu rumusan untuk menentukan jumlah hubungan yang mungkin antara wirausahawan dengan bawahannya ketika jumlah bawahannya diketahui.
Rumusannya :
2 C : jumlah total hubungan
C = n ( --- + n -1)
2 n : jumlah bawahan yang diketahui
Ketinggian Bagan Organisasi
Terdapat hubungan terbatas antar rentang manajemen dengan ketinggian bagan organisasi, semakin besar ketinggian bagan organisasi kewirausahaan semakin kecil rentang manajemen dalam organisasi kewirausahaan tersebut, demikian pula sebaliknya semakin rendah maka semakin besar rentang manajemen. Bagan organisasi dengan bagan ketinggian yang rendah biasanya ditunjuk sebagai datar (flat) dan yang besar ditunjukkan sebagai tinggi (tall).
Hubungan Skalar (Scalar Relationship)
Hubungan Skalar menunjuk pada rantai komando (chain of command)
Konsep hubungan skalar atau rantai komando berhubungan dengan konsep kesatuan perintah. Konsep kesatuan perintah (unity of command) menyatakan bahwa individu hendaknya memiliki satu atasan, jika terlalu banyak atasan yang memberikan perintah dapat menimbulkan kebingungan, perintah yang bertentangan dan pekerja yang frustasi dan juga menimbulkan ketidakefisienan dan ketidakefektifan.
PENGORGANISASIAN AKTIVITAS INDIVIDU
Pertanggung Jawaban
Tanggung jawab adalah kewajiban untuk melaksanakan aktivitas yang dibebankan
Tanggung jawab adalah komitmen pribadi untuk menangani suatu pekerjaan sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya
Tiga bidang yang berhubungan dengan tanggung jawab :
1. Pembagian aktivitas kerja
2. Menegaskan aktivitas kerja dari manajemen
3. Bertanggung jawab
Menegaskan Aktivitas Kerja Manajemen
Suatu proses yang digunakan untuk menegaskan aktivitas kerja manajemen ‘membuat setiap manajer secara aktif berperan serta dengan atasannya, rekan sebaya, dan bawahan pada pekerjaan manajerial yang diuraikan secara sistematis untuk dikerjakan dan kemudian menegaskan peranan yang dimainkan tiap manajer dalam hubungannya dengan kelompok kerjanya dan dengan organisasi
Tujuan interaksi ini adalah untuk menjamin bahwa tidak ada tumpang tindih atau kesenjangan dalam meyakini pertanggungjawaban manajemen yang ada dan bahwa manajer hanya melaksanakan aktivitas-aktivitas yang menyebabkan tercapainya tujuan sistem manajemen
Alat yang dikembangkan untuk mengimplementasikan proses interaksi tersebut adalah pedoman tanggung jawab manajemen yang akan membantu anggota organisasi dalam :
1. Menguraikan berbagai hubungan tanggung jawab yang ada
2. Meringkas bagaimana tanggung jawab dari berbagai manajer dalam organisasi mereka berhubungan satu sama lain
Wewenang
Wewenang adalah hak untuk melaksanakan atau memerintah. Wewenang memungkinkan pemegangnya bertindak dengan cara tertentu dan mempengaruhi secara langsung tindakan orang lain melalui perintah yang dikeluarkan
Wewenang didefinisikan sebagai karakter komunikasi dengan mana ia diterima oleh individu sebagai penentuan tindakan yang akan diambil oleh individu dalam sistem.
Barnard menunjukkan bahwa wewenang hanya akan diterima jika :
1. Individu bisa mengerti perintah yang dikomunikasikan
2. Individu percaya perintah itu konsisten untuk tujuan organisasi
3. Individu melihat perintah itu sesuai kepentingan pribadinya
4. Individu secara fisik dan mental mampu menyesuaikan diri dengan perintah tersebut.
Menurut Chester Barnard akan makin banyak perintah manajer yang diterima dalam jangka panjang jika :
1. Saluran formal dari komunikasi digunakan oleh manajer dan dikenal semua anggota organisasi
2. Tiap anggota organisasi telah menerima saluran komunikasi formal melalui mana dia menerima perintah
3. Lini komunikasi antara manajer bawahan bersifat langsung
4. Rantai komando yang lengkap
5. Manajer memiliki keterampilan komunikasi yang memadai
6. Manajer menggunakan lini komunikasi formal hanya untuk urusan organisasional
7. Suatu perintah secara otentik memang berasal dari manajer
Jenis-Jenis Wewenang
1. Wewenang Lini
2. Wewenang Staf
3. Wewenang Fungsional
Delegasi
Terdapat tiga langkah dalam proses pendelegasian :
1. Membebankan semua kewajiban tertentu pada individu
2. Proses pendelegasian melibatkan pemberian wewenang yang semestinya kepada bawahan
3. Penciptaan kewajiban pada bawahan untuk melaksanakan kewajiban yang dibebankan
Kendala bagi proses pendelegasian
1. Kendala yang berhubungan dengan penyelia
2. Kendala yang berhubungan dengan bawahan
3. Kendala yang berhubungan dengan organisasi
Sentralisasi dan Desentralisasi
Istilah sentralisasi dan desentralisasi menguraikan tingkatan umum dimana pendelegasian ada dalam suatu organisasi. Istilah tersebut bisa divisualisasikan pada ujung yang berlawanan dari rangkaian kesatuan (continuum).
Desentralisasi Organisasi : Pandangan Kontingensi
Beberapa pertanyaan yang mungkin timbul untuk menentukan jumlah desentralisasi yang sesuai untuk situasi :
1. Berapa ukuran organisasi sekarang ini?
2. Dimanakah letak pelanggan organisasi bertempat?
3. Seberapa homogennya lini produk dari organisasi?
4. Dimanakah letak pensuplai organisasional?
5. Apakah terdapat kebutuhan bagi suatu keputusan yang cepat dalam organisasi?
6. Apakah kreativitas adalah ciri yang menguntungkan dari organisasi?
PENGEMBANGAN ORGANISASI
Tujuan Organisasi
1. Keuntungan adalah kekuatan motivasi bagi wiraswastawan
2. Pelayanan pada pelanggan dengan penyediaan nilai ekonomis yang dibutuhkan (barang dan jasa) membenarkan keberadaan organisasi bisnis
3. Tanggung jawab sosial bagi wiraswastawan sesuai dengan kode etik dan moral yang dibuat oleh masyarakat dimana industri tersebut berada
Arti Penting Tujuan Organisasi
1. Pembuatan keputusan
2. Efisiensi organisasi
3. Konsistensi organisasi
4. Evaluasi kerja
Bidang-Bidang Tujuan Organisasi
1. Kedudukan pasar
2. Inovasi
3. Produktivitas
4. Sumber daya fisik dan finansial
5. Perolehan laba
6. Kinerja dan perkembangan manajer
7. Kinerja dan sikap karyawan
8. Tanggung jawab kemasyarakatan
Garis Pedoman Penetapan Tujuan Berkualitas
1. Wiraswastawan harus membiarkan orang-orang yang bertanggung jawab mencapai tujuan mempunyai suara untuk menetapkannya
2. Wiraswastawan harus menyatakan tujuan sespesifik mungkin
3. Wiraswastawan harus menghubungkan tujuan dengan tindakan tertentu jika perlu
4. Wiraswastawan harus mengemukakan tujuan yang diinginkannya
5. Wiraswastawan hendaknya menspesifikasi ketika tujuan diharapkan tercapai
6. Wiraswastawan harus menetapkan tujuan hanya dalam hubungannya dengan tujuan organisasi lainnya
7. Wiraswastawan hendaknya menyatakan tujuan dengan jelas dan sederhana
8. Wiraswastawan hendaknya menetapkan tujuan cukup tinggi sehingga karyawan akan bekerja keras untuk memenuhinya, tetapi tidak terlalu tinggi sehingga karyawan akan menyerah didalam memenuhinya
Perubahan Organisasi
Adalah proses modifikasi organisasi yang ada dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas sampai sejauh mana organisasi tersebut mencapai tujuan-tujuannya, dengan melibatkan segmen organisasi yang sebenarnya dan biasanya termasuk perubahan lini wewenang organisasi, berbagai tingkatan tanggung jawab dalam organisasi dan lini komunikasi organisasi yang sudah mapan
Faktor-faktor pertimbangan dalam perubahan organisasi :
1. agen-agen perubahan
2. Penentuan apa yang hendak diubah
3. Evaluasi perubahan
4. Individu-individu yang dipengaruhi oleh perubahan
5. Tipe perubahan yang dibuat (perubahan orang-orang, perubahan struktural atau perubahan teknologi)
Perubahan Struktural
Adalah proses modifikasi organisasi yang menekankan pada peningkatan efektivitas organisasi dengan pengendalian perubahan yang mempengaruhi anggota organisasi selama pekerjaan kerja mereka
Bentuk-bentuk modifikasi dalam perubahan struktural :
1. Menjelaskan dan mendefinisikan jabatan
2. Modifikasi struktur organisasi agar sesuai dengan kebutuhan komunikasi organisasi

3. Mendesentralisasikan organisasi untuk mengurangi biaya koordinasi, meningkatkan pengendalian subunit, meningkatkan motivasi dan mendapatkan fleksibilitas yang lebih besar

Kamis, 08 Mei 2014

Representasi Floating Point Presisi Tunggal (32 bit)

A) -100,001 = 1,00001 x 2(2)
   data sign : 1
   Data eksponen :
   2 des = 0000 0010 + 0111 1111 =
   1000 0001
 
   Data signifikan :
   0000 1000 0000 0000 000

   Reperentasi :
   0100 0000 1000 0100 0000 0000 0000
   (4084000h)

B) 0,01001 = 1,001 x 2(-2)
   data sign : 0
   Data eksponen :
   -2 des = 1111 1110 +0111 1111 =
   1 0111 1101

   Data signifikan :
   0010 0000 0000 0000 000

   Representasi :
   1011 1110 1001 0000 0000 0000 0000 :
   (BE90000h)

Selasa, 29 April 2014

Kewirausahaan

Kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul resiko finansial, psikologi dan sosial yang menyertainya, serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi.
Wirausahawan adalah orang yang merubah nilai sumber daya, tenaga kerja, bahan dan faktor produksi lainnya menjadi lebih besar daripada sebelumnya dan juga orang yang melakukan perubahan, inovasi dan cara-cara baru.
Tiga jenis perilaku :
• Memulai inisiatif
• Mengorganisasi dan mereorganisasi mekanisme sosial/ekonomi untuk merubah sumber daya dan situasi dengan cara praktis
• Diterimanya resiko dan kegagalan

Inovasi adalah kunci penting seorang wirausahawan

• Karakteristik Wirausahawan Menurut McClelland :
1. Keinginan untuk berprestasi
2. Keinginan untuk bertanggung jawab
3. Preferensi kepada resiko-resiko menengah
4. Persepsi kepada kemungkinan berhasil
5. Rangsangan oleh umpan balik
6. Aktivitas energik
7. Orientasi ke masa depan
8. Keterampilan dalam pengorganisasian
9. Sikap terhadap uang

- Karakteristik wirausahawan yang sukses dengan n Ach tinggi
• Kemampuan inovatif
• Toleransi terhadap kemenduaan (ambiguity)
• Keinginan untuk berprestasi
• Kemampuan perencanaan realistis
• Kepemimpinan terorientasi kepada tujuan
• Obyektivitas
• Tanggung jawab pribadi
• Kemampuan beradaptasi
• Kemampuan sebagai pengorganisasi dan administrato

            Tiga kebutuhan dasar yang mempengaruhi pencapaian tujuan ekonomi menurut McClelland yaitu:

1. Kebutuhan untuk berprestasi (nAch)
n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi , karena itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.

2. kebutuhan untuk berafiliasi (n Afil)
Kebutuhan untuk Berafiliasi atau Bersahabat (n-AFI) Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi. Mc Clelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi.

3. kebutuhan untuk berkuasa (n Pow)
Kebutuhan akan Kekuasaan (n-POW) Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain.

Unsur dasar analisa pulang pokok :
·         Biaya tetap
·         Biaya variabel
·         Biaya total
·         Pendapatan total
·         Keuntungan
·         Kerugian
·         Titik pulang pokok\

Franchise adalah pemberian sebuah lisensi oleh seseorang (franchisor) kepada pihak lain (franchise).
lisensi tersebut memberi hak kepada franchise untuk menggunakan merek dagang franchisor dan seluruh elemen yang diperlukan untuk menjalankan bisnisnya dengan dasar-dasar yang telah ditentukan sebelumnya.

Jenis-jenis hak guna paten (franchise)
1. Franchise untuk mendistribusikan hasil produksi
2. Franchise yang menawarkan nama, citra, metode menjalankan usaha, dll
3. Franchise yang menawarkan jasa seperti agen pribadi, konsultasi pajak dan real estate
            Pengertian pemasaran langsung : merupakan proses penyampaian pesan maupun produk kepada pelanggan, melalui berbagi media.
Pemasaran langsung : aktifitas total dengan mana penjual mempengaruhi transfer barang dan jasa pada pembeli, mengarahkan usahanya pada pemerhati dengan menggunakan satu media atau lebih untuk tujuan mengumpulkan tanggapan melalui telepon, pos atau kunjungan dari calon pelanggan.

Bentuk kepemilikan perusahaan :
a. Pemilikan tunggal / perseorangan : (firma)
Dimiliki dan dijalankan oleh 1 orang
Pemilik tidak perlu membagi laba

b. Kongsi
Ada perjanjian tertulis
Dimiliki 2 orang atau lebih
Umur perusahaan terbatas
Pemilikan bersama atas harta
Ikut serta dalam manajemen dan pembagian laba

c. Perusahaan Perseroaan
Perusahaan dengan badan hukum
Kewajiban pemilik saham terbatas pada jumlah saham yang
dimiliki
Pemilikan dapat berpindah tangan
Eksitensi relatif lebih stabil/permanen

Tiga alternatif berakhirnya usaha :
a. Likuidasi
b. Reorganisasi

c. Perpanjangan waktu pembayaran

Sabtu, 19 April 2014

Perkalian dan Pembagian Algoritma Booth

NPM: 42112904


A) Perkalian : 0(0000) x -4(1100)
           Q=0000  M=1100
A         Q         Q-1      proses 
0000    0000    0          inisilisasi         
0000    0000    0          Shift    siklus 1
0000    0000    0          Shift    siklus 2
0000    0000    0          shift     siklus 3
0000    0000    0          shift     siklus 4

    0000 0000
1' :1111 1111
2' :0000 0000 = 0

B) Pembagian : 4(0100) : 0(0000)
           Q=0100  M=0000
                  -M=1111

A         Q         Proses 
0000    0100    inisialisasi       
0000    1000    shift left          siklus 1
1111                           
1111    1000    A-M   
0000    1000    A+M & Q0=0
0001    0000    shift left          siklus 2
1111                           
0000    0000    A-M   
0000    0001    Q0=1  
0000    0010    shift left          siklus 3
1111                           
1111    0010    A-M   
0000    0010    A+M & Q0=0
0000    0100    shift left          siklus 4
1111                           
1111    0100    A-M   
0000    0100    A+M & Q0=0

sisa          : 0000(A)

Hasil Pebagian : 0100(Q)

Minggu, 19 Januari 2014

PERANAN MANAJEMEN K3 DALAM PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA KONSTRUKSI

PERANAN MANAJEMEN K3 DALAM
PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA KONSTRUKSI

Bambang Endroyo
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang (UNNES)

ABSTRAK
Satu dari beberapa karakteristik proyek konstruksi yaitu mempunyai resiko yang tinggi terhadap kecelakaan. Dengan semakin banyaknya penggunaan alat-alat kerja yang canggih, walaupun telah dilengkapi dengan system keamanan, resiko kecelakaan tetap semakin besar. Selanjutnya sesuai teori Maslow, kebutuhan rasa aman akan muncul setelah kebutuhan tingkat pertama (phisik dan biologis) terpenuhi, sehingga mulai sekarang keselamatan merupakan hal yang harus diusahakan pemenuhannya. Teori lama menganggap bahwa kecelakaan terjadi karena kesalahan pekerja (individual). Sekarang, kecelakaan dianggap akibat dari faktor organisasi dan manajemen yang salah. Sejalan dengan teori-teori terbaru, maka peran manajemen sangat berarti dalam pencegahan
kecelakaan. Dalam tulisan ini, peran manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dibahas dari fungsifungsi manajemen, sumber-sumber daya yang digunakan, dan aspek lain yang relevan.

1.      PENDAHULUAN

Angka kecelakaan kerja di Indonesia masih termasuk buruk. Pada tahun 2004 saja, lebih dari seribu tujuh ratus pekerja meninggal di tempat kerja. Menurut Juan Somavia, Dirjen ILO,
industri konstruksi termasuk paling rentan kecelakaan, diikuti dengan anufaktur makanan
dan minuman (Kompas, 1/05/04). Tidak saja di negara-negara berkembang, di negara maju
sekalipun kecelakaan kerja konstruksi masih memerlukan perhatian serius. Penelitian yang
dilakukan oleh Duff (1998) dan Alves Diaz (1995) menyatakan hasil analisa statistik dari
beberapa negara-negara menunjukkan peristiwa tingkat kecelakaan fatal pada proyek konstruksi adalah lebih tinggi dibanding rata-rata untuk semua industri, dalam Suraji (2000).
Dahulu, para ahli menganggap suatu kecelakaan disebabkan oleh tindakan pekerja
yang salah. Sekarang anggapan itu telah bergeser bahwa kecelakaan kerja bersumber
kepada faktor-faktor organisasi dan manajemen. Para pekerja dan pegawai mestinya dapat
diarahkan dan dikontrol oleh pihak manajemen sehingga tercipta suatu kegiatan kerja yang
aman. Sejalan dengan teori-teori penyebab kecelakaan yang terbaru, maka pihak
manajemen harus bertanggungjawab terhadap keselamatan kerja para pekerjanya. Tulisan ini
akan membahas peranan manajemen dalam usaha-usaha pencegahan kecelakaan kerja di
proyek konstruksi.

2.     TINJAUAN UMUM
2.1  Tinjauan Historis
Secara historis, keselamatan kerja telah banyak diperhatikan sejak zaman dahulu. Hammurabi, raja Babilonia pada tahun 2040 SM telah membuat dan memberlakukan suatu peraturan bangunan yang dikenal sebagai The Code of Hammurabi. Beberapa pasal dalam peraturan tersebut antara lain: (a) apabila
seseorang membuat bangunan dan bangunan tersebut runtuh sehingga menimbulkan korban jiwa maka pembuat bangunan tersebut harus dihukum mati dan (b) apabila bangunan yang dibuat runtuh dan menimbulkan kerusakan pada hak milik orang lain maka pembuat bangunanharus mengganti semua kerusakan yang ditimbulkannya. Jadi aspek keamanan telah
menjadi persyaratan utama yang mutlak harus dipenuhi sejak zaman dahulu kala, Suhendro (2003). Lima abad kemudian, Mozai raja setelah Hammurabi mengharuskan para ahli bangunan bertanggung jawab pula pada keselamatan para pelaksana dan pekerjanya, Suma’mur (1981). Masalah-masalah keselamatan kemudian meluas ke Yunani, Romawi dan lain-lain, misalnya di Perancis tahun 1840, Inggris tahun 1644, Belgia tahun 1810, Denmark dan Swiss tahun 1877, Amerika Serikat tahun 1886, dan sebagainya. Selanjutnya diadakan konggres-konggres internasional misalnya di Paris tahun 1889, di Bern tahun 1891 dan di Milan tahun 1894, Suma’mur (1981). Pada abad sembilan belas, di tahun 1904 perhatian terhadap kecelakaan dan kondisi kerja di dalam pekerjaan pembangunan diadakan untuk melayani permintaan masyarakat, tetapi sampai 1926 peraturan pembangunan yang telah dihasilkan adalah dalam lingkup terbatas yaitu hanya diberlakukan bagi lokasi yang di atasnya ada gaya mekanis yang digunakan. Dari 1930 sampai 1948 peraturan-peraturan tersebut telah menjadi ketinggalan jaman sebab intervensi Perang Dunia Kedua, Davies (1996).
Setelah itu, karena bertambahnya angka kecelakaan, maka diberlakukan berbagai peraturan baru, misalnya The Building (Safety Health and Welfare) Regulation 1948; The Construction (General Provision) Regulation 1961; Contruction (Health and Welfare) Regulation 1966; The Health and safety at Work (HSW) Act 1974; Management of Health and Safety at Work Regulation 1992; Construction Design and Management (CDM) 1994; The Construction Health, Safety and Welfare (CHSW) Regulation1996, Davies (1996). Kemudian muncul Health and safety in roof work HSG33 (Second edition) HSE Books 1998 ISBN 0 7176 1425
5; Health and safety in cons-truction HSG150 (Second edition) HSE Books 2001 ISBN 0 7176 2106 5 (www.hsebooks.co.uk; www.hse.gov.uk). Untuk pekerjaan-pekerjaan secara umum, berlaku pula OHSAS 18001 tahun\ 1999. Sedangkan di Indonesia, keselamatan kerja
sudah diadakan sejak zaman penjajahan Belanda, namun sasarannya lebih banyak ke hasil kerja dan alat-alat kerja disbanding memperhatikan pekerjanya. Program itu lebih dikenal dengan “kerja paksa”. Setelah merdeka, perhatian tentang keselamatan dan kesehatan serta kesejahteraan pekerja mulai banyak diperhatikan terbukti dari peraturan-peraturan dan undang-undang yang dihasilkan. Bersumber dari pasal 27 ayat 2 UUD 1945, terbit beberapa UU dan kemudian PP dan Keputusan Menteri, yang antara lain sebagai berikut. UU Kerja tahun 1951, UU Kecelakaan tahun 1951, PP tentang istirahat bagi pekerja tahun 1954, UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketena-gakerjaan, Per Menaker No. 01/1980 tentang K3 pada Konstruksi Bangunan, SKB Men PU dan Menaker No. 174/Men/1986 – 104/kpts/1986 tentang Keselamatan & Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi, Keputusan Men PU No. 195/kpts/1989 tentang K3 pada tempat konstruksi di lingkungan PU, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja., Surat Edaran Menteri PU Nomor: 03/SE/M/2005 Perihal Penyelenggaraan Jasa Konstruksi untuk Instansi Pemerintah TA 2005. Walaupun telah banyak usaha yang dijalankan, namun Indonesia masih menempati urutan ke lima (terburuk) di kawasan ASEAN.


2.2                         Beberapa Kasus Kecelakaan Kerja

Data tentang kecelakaan kerja secara umum dapat digambarkan sebagai berikut. Di Singapura 6,3 per 1000 pekerja di tahun 1998 (data dari aposho-kohsa). Di Malaysia, angka kecelakaan tercatat 16 tiap 1000 pekerja pada tahun 1994 dan 11 per 1000 pekerja pada tahun 2000 (Regional Conference on OSH di Kuala Lumpur pada 20th March 2001). Di Thailand terdapat sekitar 769 orang meninggal dalam kecelakaan kerja tahun 2003, atau bertambah
lebih dari 18 persen dibandingkan dengan tingkat kecelakaan pada tahun 2002. Jumlah korban juga bertambah, sekitar 189.621 orang padatahun 2001 hingga lebih dari 200.000orang pada tahun 2003, atau setara dengan 600 kecelakaan setiap hari. (Kompas 1/5/2004). Di Indonesia tahun 2004, 1.736 pekerja meninggal di tempat kerja, 9.106 mengalami cacat dan 84.576 lainnya sementara tidak mampu bekerja tetapi kemudian dapat bekerja kembali, Depnakertrans (2005). Sementara itu, di negara maju misalnya Inggris, kecelakaan fatal sudah relatif kecil, yaitu 4 dari 100.000 pekerja di tahun 1999, Howarth (2000). Di Amerika, angka persentase kecelakaan pekerjaan konstruksi mencapai 12%, Barrie (1990). Oleh karena itu di Indonesia masih perlu usaha-usaha yang terencana dan terkoordinasi agar dapat mencapai hasil baik, yang pada gilirannya akan meningkatkan citra di forum internasional. Untuk kasus-kasus kecelakaan kerja konstruksi, beberapa kejadian yang sempat dicatat dapat disampaikan pada tulisan ini adalah sebagai berikut: Lima buruh bangunan tewas terjatuh dari lantai 15 di proyek gedung di Slipi Jaya Jakarta, Suara Merdeka (5/9/1991); Empat pekerja tewas tertimbun reruntuhan bangunan yang mereka kerjakan di Medan, Kompas (25/ 3/1991); Empat tewas terjebak gas beracun pada proyek pembersihan kerak gorong-gorong saluran uap di PLTU Semarang, Suara Merdeka (5/6/1991) dan hal ini terulang lagi pada peristiwa di Jakarta tahun 2005; Jembatan layang Grogol seberat 600 ton ambruk dengan korban tewas 3 orang, Kompas (23/3/1996); Dua pekerja tewas tertimpa beton, sementara sembilan pekerja lain terluka dan sore harinya dua lainnya tewas kena setrum di proyek pembangunan Apartemen di Kelapa Gading Jakarta, Kompas (6/6/2003); Pembangunan ruko di Sunter akibat salah metode pelaksanaan, Kompas Cyber Media (3/ 6/2004); Balok penopang jembatan Suramadu runtuh, seorang pekerja tewas, Suara Merdeka Cyber News (14/6/2004). Dinding bandara ambruk 8 tewas di Dubai pada pembangunan terminal baru bandara yang direncanakan berbentuk satu sayap pesawat raksasa sepanjang hampir satu kilometer, Suara Merdeka CyberNews (28/9/2004).







3.     TINJAUAN PUSTAKA

3.1  Teori Penyebab Kecelakaan dan Manajemen K3
Kecelakaan adalah kejadian merugikan yang tidak direncanakan, tidak terduga, tidak
diharapkan serta tidak ada unsur kesengajaan, Hinze (1977). Ada beberapa teori yang menjelaskan penyebab suatu kecelakaan. Dahulu teori penyebab kecelakaan memandang bahwa kecelakaan disebabkan oleh tindakan pekerja (orang) yang salah (misalnya pada The Accident-Proneness Theory). Semenjak dikenalkannya The Chain-of-Events Theory, The Domino Theory, dan The Distraction Theory, maka pihak organisasi dan manajemenlah yang dianggap berperan sebagai penyebab suatu kecelakaan. Anggapan tentang kecelakaan kerja yang bersumber kepada tindakan yang tidak aman yang dilakukan pekerja telah bergeser dengan anggapan bahwa kecelakaan kerja bersumber kepada faktorfaktor organisasi dan manajemen (Andi, 2005). Pihak manajemen harus bertanggungjawab terhadap keselamatan. Para pekerja dan pegawai mestinya dapat diarahkan dan dikontrol oleh pihak manajemen sehingga tercipta suatu kegiatan kerja yang aman. Pada teori yang terbaru makin terlihat bahwa penyebab kecelakaan kerja semakin komplek. Teori-teori baru itu antara lain: Multiple Caucation Model, Suraji (2000) dan Constraint Respone Theory, Suraji (2001). Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) adalah bagian dari system manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan K3 dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Berangkat dari kajian Total Project Management (ECI,1995), keselamatan perlu diintegrasikan dalam proyek, mulai dari konsepsi sampai proyek selesai (from conception to completion). Dikatakan selanjutnya bahwa kegiatan penilaian tentang\ keselamatan, kesehatan dan lingkungan perlu dimulai dari tahap perencanaan proyek (project plan), kontrak, evaluasi tender, konstruksi, sampai ke tahap pemeliharaan dan bahkan sampai ke perobohan (demolition) (ECI,1995). Konsep rasional Total Safety Control adalah suatu pengintegrasian tindakan manajemen dan tindakan pelaksanaan yang sinergis untuk mempromosikan suatu proses konstruksi yang aman (Suraji,2004). Ada banyak pendekatan dalam manajemen K3, diantaranya menurut OHSAS 18001, dan menurut TQM di mana keselamatan merupakan suatu pusat dan focus integral dalam program pengendalian mutu
terpadu, Fiegenbaum (1991) yang harus ditingkatkan secara terus menerus untuk memenuhi kepuasan pelanggan (intern-ekstern). Pada tulisan ini akan dibahas dari fungsi-fungsi manajemen, sumber-sumber yang terlibat, dan beberapa aspek yang relevan.

3.2 Tinjauan dari Fungsi-fungsi Manajemen
Apabila dilihat dari fungsi-fungsi manajemen, terdapat fungsi perencanaan, organisasi, pelaksanaan, dan pengawasan. Pada fungsi perencanaan, disamping terfokus pada tugas operasional juga harus mencakup usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja (K3), yang dipersiapkan untuk pencegahan terjadinya kecelakaan. Tanggung jawab harus digariskan dengan tegas agar tidak terjadi kesimpangsiuran yang justru dapat membahayakan. Perlu pula menganalisis bahaya-bahaya apa saja yang mungkin akan timbul pada suatu pekerjaan dan bagaimana mengatasinya. Dalam suatu kontrak kerja pekerjaan keinsinyuran perlu dibuat pasalpasal yang mengatur secara preventif keselamatan kerja dengan menunjuk UU dan peraturan yang berlaku (Yasin: 2003). Sebagai contoh menunjuk UU Ketenagakerjaan, UU Jamsostek, UU Kerja dan sebagainya). Kontrakkontrak internasional (FIDIC, SIA, JTC) telah mencantumkan artikel atau pasal tentang K3. Proses perencanaan keselamatan untuk masa depan (tahap konstruksi) juga diusulkan oleh Chua DKH & YM Goh (2004) Pada fungsi organisasi, perlu dibentuk satuan tugas yang dapat melaksanakan K3 dengan baik. Untuk itu perlu disediakan kantor yang mencukupi dan organisasi yang memadai. Dalam

suatu perusahaan perlu dibentuk P2K3 (Panitia Penyelenggara K3) yang bertanggung jawab
atas keselamatan dan kesehatan kerja di kegiatan industri. Hinze & Figone (1988) menyarankan diselenggarakan safety meeting untuk supervisor lapangan dan owner ikut dalam safety meeting, dan pekerjakan supervisor keselamatan secara full-time. Liska et al. (1993) juga mengusulkan adanya safety meeting. Pada fungsi pelaksanan, apa yang telah direncanakan hendaknya dilaksanakan dengan baik. Karena kecelakaan yang terjadi sebagian besar ditimbulkan oleh faktor manusia, manajemen dituntut memberikan pengarahan pelaksanaan dan petunjuk yang jelas (directing) dan koordinasi. Banyak kecelakaan terjadi karena pekerja masih baru dan belum familiar dengan proses dan alat kerja. Untuk melaksanakan itu semua diperlukan ketrampilan manajemen antara lain komunikasi dan kepemimpinan. Sehubungan dengan ini Liska et al. (1993) mengusulkan Preproject Safety termasuk safety goal, safety policy & procedure, safety personal, safety budget. Selanjutnya dikatakan bahwa training dan insentive terhadap keselamatan punya pengaruh terhadap pencegahan kecelakaan. Fungsi pengawasan merupakan fungsi yang penting karena merupakan tindakan control apakah semua yang direncanakan itu telah dilaksanakan, dan apakah ada kendala dan persoalan-persoalan yang perlu dicari penyelesaiannya.Untuk menjamin bahwa system manajemen K3 dilaksanakan dengan baik, pengawas dari Dep. Ketenagakerjaan melaksanakan asesmen yang antara lain
meliputi:
a. pembangunan dan pemeliharaan komitmen K3,
b. strategi dokumentasi dan pengendalian dokumen,

4. PEMBAHASAN
Sebagai suatu kegiatan industri, proyek konstruksi mempunyai berbagai sumber (resources). Menurut Harold Kerzner (1995), sumber-sumber itu adalah manusia, uang, peralatan, fasilitas, material dan informasi. Beberapa ahli yang lain mengemukakan bahwa sumber-sumber tersebut dapat disingkat menjadi 5M yaitu Man. Material, Money, Machine, dan Method. Semua fungsi manajemen harus dikenakan kepada semua komponen usaha tersebut. Pada aspek manusia, diperlukan perencanaan pengaturan tentang jam kerja, istirahat kerja, pelatihan, dan pengarahan tentang K3. Pada aspek uang, diperlukan alokasi biaya untuk pencegahan kecelakaan. Saat ini biaya K3 belum secara eksplisit tercantum dalam penawaran biaya proyek, sementara para kontraktor sudah dibebani dengan biaya asuransi jaminan kecelakaan kerja. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-196/Men/1999 tentang penyelenggaraan program jaminan social tenaga kerja bagi tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu pada sektor jasa konstruksi, diatur sebagai
berikut: (lihat tabel 1) Seharusnya besar biaya keselamatan kerja ini secara eksplisit dimasukkan dalam penawaran proyek, sehingga terjamin pelaksanaannya. Dalam proyek perumahan, tingkat system kompetisi cenderung memaksimalkan produktivitas dan meminimalkan harga, juga untuk biaya keselamatan, Johnson (1996). Manajemen keselamatan kerja yang efektif akan menguntungkan perusahaan karena kecelakaan akan menimbulkan biaya langsung maupun biaya tidak langsung (Levitt, 1993). Biaya langsung terdiri dari biaya medis, premi untuk asuransi, kerugian hak milik, Oberlender (2000). Biaya
tak langsung adalah biaya tambahan lain, pengurangan produktivitas, keterlambatan jadwal, bertambahnya waktu administratif, kerusakan fasilitas, dan hal yang makin sulit diukur tetapi riil yaitu penderitaan manusia dan menurunnya moril, Levitt (1993). Juga nama perusahaan akan terkena dampak buruk yang dapat berakibat berkurangnya pelanggan yang jelas berpengaruh terhadap masuknya dana perusahaan. Berdasarkan komponen material dan mesin alat yang dipakai, haruslah digunakan yang sesuai dengan standar yang disyaratkan. Penggunaan/pembuatan beton harus yang sesuai dengan kekuatan yang ditetapkan oleh spesifikasi, karena penggunaan beton yang kurang akan dapat menyebabkan kecelakaan baik selama tahap kontruksi maupun tahap pemanfaatan bangunan. Begitu pula dengan material yang lain. Alat/mesin yang dipakai harus dijamin yang masih dalam kondisi baik yang dibuktikan dengan perawatan yang teratur dan sertifikat kemampuan alat yang masih berlaku.
Keran (crane) dan rantai baja misalnya harus betul-betul dicek dari segi keselamatan pemakaiannya. Metode kerja/pelaksanaan berkembang karena tuntutan manusia untuk membangun di tempat-tempat yang sulit dengan bentuk bentuk bangunan yang sangat bervariasi/sulit, serta keinginan penggunaan dana yang minimal. Metode kerja/pelaksanaan yang diciptakan itu harus ditinjau dari segi keselamatan. Dengan kata lain, alat-alat keselamatan apa yang harus disediakan dalam menggunakan suatu metode pelaksanaan? Proyek proyek gedung Jakarta Tower, jembatan Barelang, jembatan Suramadu dan proyek besar lainnya jelas memerlukan metode pelaksanaan yang harus dikenali hazard yang ada sedini mungkin. Informasi, merupakan sumber yang sekarang sampai masa datang sangat berperan dalam pencegahan kecelakaan. Informasi tentang kecelakaan dan sebab-sebab nya dapat ditampung dalam suatu file yang terbuka untuk umum sehingga para pelaksana/kontraktor suatu pekerjaan dapat mengakses informasi tentang kecelakaan yang timbul pada pekerjaan sejenis. Selanjutnya mereka diharapkan dapat menghindari kecelakaan itu. Informasi-informasi





5. KESIMPULAN
Dengan meningkatnya penggunaan alat-alat yang lebih canggih dan tantangan pekerjaan teknik sipil yang semakin sulit, maka angka kecelakaan kerja konstruksi bisa semakin tinggi. Sedangkan pada pihak pekerja, kebutuhan akan keselamatan kian menjadi tuntutan seiring dengan telah mulai terpenuhinya kebutuhankebutuhan dasar. Oleh karena itu mulai sekarang harus ada usaha-usaha serius untuk mengurangi kecelakaan kerja konstruksi. Manajemen K3 sangat berperan dalam pencegahan kecelakaan di proyek konstruksi. Peran tersebut mulai dari perancanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan. Selanjutnya dapat pula ditinjau dari komponen manusia, material, uang, mesin/alat, metode kerja, informasi.


DAFTAR PUSTAKA

Andi, Model Persamaan Struktural Pengaruh Budaya Keselamatan Kerja pada Perilaku Pekerja di Proyek Konstruksi. Jurnal Teknik Sipil Volume 12 No. 3, Juli 2005.

Barrie, Donald S. et. al. Manajemen KonstruksiProfesional. Terjemahan oleh Sudinarto: Penerbit Erlangga. Jakarta ,1990.

Cua, D.K.H dan Y M Goh, Incident Causation Model for Improving Feedback of Safety Knowledge. Journal of Construction Engineering and Management, July/Aug 2004.

Europan Construction Institute total Project Management of Construction Safety, Health and Environment. Thomas Telford. 1995.